Kehidupan manusia di abad sekarang ini banyak dimanjakan oleh peralatan serba otomatis, yang belum pernah terbayangkan sebelum abad revolusi industri. Televisi, radio, pompa air listrik, dan mesin cuci hanyalah sebagian contoh kemajuan teknologi yang memberikan hiburan dan mempermudah pekerjaan kita di rumah.
Berbicara tentang mesin cuci, sebagian besar dari kita tentu sudah terbiasa menggunakan atau paling tidak tahu apa itu mesin cuci. Namun tahukah kita bahwa dengan produksi mesin cuci dan peralatan home appliance lainnya, Jepang mampu mengeruk devisa dari ekspor, bahkan merajai pasar elektronika dunia?
Mesin cuci hanyalah salah satu dari sekian banyak komoditas elektronika andalan Jepang, yang telah menyelamatkan negara tersebut dari ancaman resesi ekonomi pada pertengahan tahun 70-an. Pada saat itu dunia sedang dilanda krisis minyak. Harga minyak mentah melambung tinggi, dari $3.5 per barrel menjadi $30 per barrel. Saat itu ekonomi Jepang sangat tergantung pada segala hal yang ada hubungannya minyak bumi, misalnya industri baja, industri transportasi, dan industri alat berat. Dalam kondisi ekonomi seperti itu, muncul pemikiran untuk lebih mengembangkan industri yang tidak tergantung pada minyak bumi, untuk menyelamatkan perekonomian Jepang. Pilihan utama jatuh pada industri mikroelektronika, karena industri ini dirasa memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan industri mikroelektronika ini antara lain karena produk akhirnya yang kecil, ringan, dan memiliki nilai tambah yang sangat besar.
Hingga saat ini hampir semua produk akhir industri Jepang, baik untuk keperluan rumah tangga dan kantor (mesin fotokopi, printer, mesin cuci, dan sebagainya), maupun untuk otomasi industri (robot industri, mesin terkendali komputer, kendali pnumatik dan hidrolik, dan sebagainya), sudah memanfaatkan mikroelektronika. Peralatan-peralatan tersebut sudah dapat dikatakan sebagai peralatan mekatronika (mechatronics).
Untuk aplikasi di bidang otomotif, pada tahun 1999 produsen mobil BMW Jerman telah mengeluarkan produknya (berupa kendaraan konsep), yang mereka sebut sebagai mobil mekatronik (mechatronic car).
Apakah Mekatronika itu?
Istilah “mechatronics” (diindonesiakan sebagai mekatronika) pertamakali muncul di Jepang pada tahun 1969 Istilah ini muncul dari kalangan industri, yaitu Yaskawa Electric. Kemudian pada tahun 1972, kata “mechatronics” menjadi merek dagang yang dimiliki oleh Yaskawa Electric. Istilah ini kemudian tersebar luas penggunaannya di kalangan industri. Agar banyak kalangan semakin bebas menggunakan kata “mechatronics” ini, pada tahun 1982 Yaskawa memutuskan untuk melepaskan haknya atas kata tersebut. Sejak saat itu kata tersebut mempunyai makna yang lebih luas, dan pada saat ini telah diterima sebagai istilah teknik untuk menggambarkan cara pandang atau pemikiran dalam bidang teknik /rekayasa.
Mekatronika mendapatkan legitimasinya secara akademis pada tahun 1996, yaitu sejak dterbitkannya jurnal ilmiah khusus mekatronika, IEEE/ASME Transactions on Mechatronics. Dan sejak itu pula banyak perguruan tinggi ternama dunia yang mendirikan departemen mekatronika.
Berdasarkan definisi awalnya mekatronika hanya mencakup elemen-elemen mekanikal dan elektronik/elektrikal saja. Namun dalam perkembangannya mempunyai cakupan yang lebih luas yaitu, suatu bidang yang mengintegrasikan teknik mesin, elektronika, perangkat keras dan perangkat lunak komputer, komunikasi, ilmu bahan, mikroelektronika, juga kecerdasan buatan.Perkembangan Mekatronika di Indonesia
Di Indonesia mekatronika merupakan istilah baru di bidang pendidikan maupun industri. Ada hubungan erat di antara keduamya. Perkembangan mekatronika sebagai proses maupun sebagai hasil akhir dari suatu industri harus pula didukung oleh pengembangan mekatronika di institusi pendidikan. Perguruan tinggi bisa berperan sebagai mitra dalam pengembangan teknologi yang berkaitan dengan mekatronika. Hal ini didukung pula dengan pendirian jurusan yang mendedikasikan diri di bidang mekatronika pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia.
Sementara itu, kalangan industri di Indonesia, disadari atau tidak, telah banyak menggunakan peralatan “mekatronis”, sehingga banyak membutuhkan tenaga kerja yang ahli di bidang mekatronika.
Institusi perguruan tinggi di Indonesia diharapkan dapat segera mengantisipasi tuntutan dunia industri yang terus berkembang, terutama tuntutan dunia industri terhadap tenaga terampil di bidang mekatronika. Dalam beberapa kesempatan penulis sempat menemukan iklan lowongan kerja di surat kabar, yang telah menspesikasikan kebutuhannya akan lulusan program diploma atau S1 di bidang mekatronika.
Sampai saat ini, sepengetahuan penulis, kajian mekatronika di Indonesia baru terdapat di Universitas Sanata Dharma (D3), ATMI (Akademi Tehnik Mesin Industri) Surakarta (D3). Polman (Politeknik Manufaktur) Bandung (D3), Swiss German University (S1 dan S2), VEDC Malang, Polman Astra, serta Pendidikan Khusus Keahlian Teknik (PKKT) Siemens di Celegon ( non gelar 3 tahun), dan mungkin juga dalam waktu dekat akan menyusul yang lainnya. Namun beberapa Fakultas Teknik di perguruan tinggi pada saat ini telah memasukkan mekatronika sebagai mata kuliah.
Aspek edukasi di bidang mekatronika ini memiliki peluang yang menjanjikan. Kebutuhan akan tenaga mekatronika seharusnya dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh institusi pendidikan maupun siswa. Indonesia perlu mencetak tenaga ahli unggulan di bidang mekatronika, baik sebagai peneliti maupun sebagai praktisi.
Salah satu negara tetangga kita, yaitu Singapura sangat agresif dalam pengembangan mekatronika. Hal ini didukung dengan adanya departemen mekatronika di beberapa Politeknik maupun Universitas. Pada umumnya ada “link and match” antara perguruan tinggi tersebut dengan dunia industri di Singapura. Perlu diketahui bahwa Singapura adalah produsen harddisk terbesar dunia. Di mana perangkat harddisk itu sendiri merupakan produk mekatronik yang canggih.
Salah seorang pakar mekatronika Indonesia, yaitu Dr. Estiko Riyanto dari LIPI, pernah mempunyai gagasan yang cemerlang untuk pengembangan mekatronika di Indonesia yaitu dengan memulai dari hilir. Dalam hal ini adalah pengembangan industri motor listrik., karena mayoritas perangkat mekatronik menggunakan motor listrik sebagai penggeraknya.
Kita memang telah tertinggal jauh dalam pengembangan mekatronika. Untuk mengejar ketertinggalan kita di bidang mekatronika ini memang diperlukan ketekunan, belajar dan pantang menyerah!
By:Elang
—-Artikel dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat, Desember 2005
No comments:
Post a Comment