Perlombaan mencari energy dimulai seiring dengan mulai berkurangnya produksi minyak bumi. Dimulai dari berkembangnya energy dari bahan baku hayati (green energy) yang di klaim dapat mengurangi emisi gas rumah kaca karena siklus karbonnya yang pendek. Perkembangan green energy di beberapa daerah menjadi konflik dengan pemenuhan kebutuhan pangan karena sumbernya yang sama. Disamping itu, energi-energi alternatif pun mulai bermunculan.
Salah satu nya adalah blue energy. Pada awalnya definisi blue energy adalah energi yang didapat dari laut. Ada 2 prinsip yang digunakan. Air laut mengandung garam (NaCl) yang dengan membran tertentu dapat dipisahkan antara Na+ dan Cl-, adanya perbedaan muatan ini dapat menghasilkan energi listrik lemah (yang jika dibuat dalam skala besar akan menjadi besar juga). Cara kedua adalah berprinsip pada perbedaan tekanan osmosis antara air garam (air laut) dengan air tawar, adanya perbedaan tekanan osmosis ini mengakibatkan adanya perbedaan elevasi, dari perbedaan tersebut kemudian digunakan untuk memutar kincir air kecil dan menghasilkan listrik.
Di Indonesia,
istilah blue energy muncul ketika konferensi tentang pemanasan global di adakan di Bali. Seorang peneliti mengklaim mampu membuat bahan bakar setara dengan bensin, minyak tanah, dan solar dengan substitusi hidrogen kedalam rantai karbon tak jenuh dengan biaya produksi yang lebih murah daripada bahan bakar dari minyak bumi. Temuan ini masih seperti misteri, sampai sekarang belum ada kejelasan tentang prinsip dan proses pembuatannya. Secara teori, memang bisa saja membuat bensin, minyak tanah ataupun solar dengan substitusi hidrogen ke dalam rantai karbon tak jenuh. Yang jadi permasalahan sekarang adalah dari mana sumber rantai karbon tak jenuh dan hidrogennya. Teknologi yang ada sekarang ini untuk mendapatkan hidrogen adalah dengan steam reforming, tetapi cara ini memerlukan bahan baku lain yaitu gas alam. Jika memang ada cara yang lebih murah untuk mendapatkan hidrogen dari air (atau air laut) tentu itu akan menjawab masalah sumber hidrogen. Namun itu masih belum cukup, masih ada permasalahan tentang sumber "rantai karbon tak jenuh". Sumber karbon cukup banyak tersedia dalam udara, namun sampai saat ini hanya tanaman yang terbukti mampu mengolah karbon diudara menjadi karbohidrat. Karbon dalam bentuk batubara memang bisa dijadikan "rantai karbon tak jenuh" dengan katalis tertentu, namun hal ini sampai sekarang masih menjadi proses yang mahal. Sampai sekarang, teknologi "blue energy" ini masih belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, energi misterius.
Yang lebih tidak masuk akal lagi adalah klaim bahwa ada yang bisa menciptakan energi dengan gratis, free energy. Cerita-cerita mengenai free energy ini memang sudah banyak beredar di negara-nagara barat, ada yang dari laut, dari bumi, dll. Jika memang free energy ada, tentunya sekarang ini energi akan semakin murah bukannya semakin mahal seperti sekarang ini.
Free energy lebih dekat ke hoax daripada suatu harapan. Energi tidak dapat di ciptakan, hanya bisa dikonversi ataukah prinsip termodinamika ini sudah uzur...
sumber: theprawito
August 23, 2008
Blue Energy
Subscribe to:
Posts (Atom)